Mungkin akan menjadi sebuah cerita yang sangat menarik jika diangkat ke sebuah film layar lebar mengenai cerita saya berikut (lebayyy..), gak apa-apa sih !! Menarik karena dalam cerita berikut akan menceritakan pengalaman pertama kalinya seorang anak manusia yaitu saya, menaiki pesawat terbang dan langsung dihadapkan dengan peristiwa mendarat darurat karena ada gunung meletus dan cerita menarik serta menegangkan lainnya yang sayang untuk tidak diceritakan. Tuh kan, bagus kan kalau dijadiin cerita film ?! daripada cerita pocong horny dibikin film mending cerita berikut ini. Iya gak ? hehehe… ok, saya akan mulai bercerita……
Pagi itu minggu 3 Juli 2011, saya sudah siap-siap untuk berangkat ke bandara Soekarno – Hatta. Dengan diantar oleh ayah tercinta dan seorang paman, meluncurlah saya menuju bandara tersebut. Sampailah saya di bandara. Rasa deg-degan karena akan berada jauh dengan keluarga dan dipisahkan oleh lautan membentang membuat saya agak sedikit susah untuk melangkahkan kaki turun dari mobil (selain itu juga deg-degan karena belum tahu cara bagaimana proses masuk bandara, hehehe…), namun dengan diiringi tekad yang kuat untuk mengelilingi Indonesia dan ingin merasakan naik pesawat akhirnya saya memberanikan diri untuk menginjakan kaki di bandara kebanggaan warga negara Indonesia ini. Hehe…
Waktu itu saya tidak langsung masuk ke dalam bandara, saya sempatkan terlebih dahulu untuk sarapan pagi disebuah outlet makanan dan setelahnya mampir ke toilet dulu, maklum belum sempet ke toilet sebelum berangkat ke bandara, hehe…. Toilet cukup bersih, namun sepertinya di dalam ruang toilet ini belum ada produk pengharum ruangan yang terpasang dari perusahaan saya nih (eh..). Tak lama, akhirnya waktu perpisahan itu tiba (oh…tidaaak), saya pun berpamitan dan kulihat raut wajah ayah yang sedikit berat untuk melepas anak bungsunya ini, namun dia tetap tersenyum yang saya yakin sebagai tanda bahwa dia sangat mendukung pilihan anaknya yang paling ganteng dan paling baik sedunia ini. “berangkatlah, carilah pengalaman di luar sana nak!” ucapnya… hmmm… sepertinya bandara sudah banyak menerbangkan cerita perpisahan antar orang terkasih dan tentunya banyak air mata yang mengalir di sana, tapi waktu itu ‘bendungan’ saya tidak jebol, hanya retak saja. Sempat jebol waktu pamitan dengan ibu di rumah. Hehe… jadi inget cerita Si Doel Anak Sekolahan yang ketika si Doel mau berangkat ke Swiss, namun ceritanya tidak seperti di AADC yang tiba-tiba Cinta datang lalu menghampiri Rangga… ea ea ea ea ea…
Akhirnya saya pun masuk ke dalam bandara, sedikit agak tersendat-sendat melangkah karena merhatiin orang di depan saya, merhatiin bagaimana cara masuk bandara, hahaha….. ok, jadi pertama masuk kita akan di check e-ticket yang kita dapet dari agen perjalanan atau kita dapat beli langsung di loket pesawat yang akan kita naiki, kalau saya sih dapet dari kantor.hehehe…. Setelah itu masuk area scanning barang, dan barang kita discan setelah itu bawa lagi barangnya. Kemudian check in tiket untuk tempat duduk nanti di dalam pesawat sekalian timbang koper atau bawaan apabila kita bawa banyak barang, dan koper pun kita berikan ke petugas check in, koper sudah ada yang ngurusin di belakang sana, tapi kita bisa bawa tas kecil untuk menemani kita nanti di dalam pesawat, hehe…. Setelah itu masuk lagi ke ruang tunggu, masuk ke ruang tunggu kita akan dikenai tax sebesar Rp. 40.000,- untuk penerbangan domestik. Setelah bayar kita akan menemui area scanning barang lagi, setelah itu barulah kita bisa duduk di ruang tunggu. Menunggu dan menunggu… akan lebih lama menunggu kalau pesawat kita ditunda keberangkatannya alias delay. Hmmm…
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya ada pengumuman kalau pesawat yang akan saya naiki delay juga, serentak para calon penumpang bersorak “huuuuuu”…hehe…. Ok, saya pun menunggu. Sementara menunggu, saya coba perhatikan sekeliling ruang tunggu, saya hitung tiang penyangga atap bangunan, saya perhatikan orang-orang, dan saya coba teliti penumpang mana saja yang sekiranya akan terbang ke Manado. Di posisi belakang saya duduk terdengar orang bicara dengan kata “ngana”, “kita”, “kitorang”. Wah sepertinya mereka orang Manado. Kemudian datanglah satu keluarga chinese yang sepertinya mau ke Manado juga, dan ternyata benar mereka mau ke Manado, saya tau dari obrolan dan cara bicara mereka seperti orang Manado. Orang keturunan China emang jago deh kalau masalah bahasa daerah. Ketika mereka tinggal di Sunda, lancar banget bahasa sundanya. Ketika tinggal di Jawa, medooook banget bahasa jawanya, dan begitupun ketika tinggal di Manado dan daerah lain di Indonesia pastinya.
Setelah dua jam menunggu ada pengumuman lagi kalau keberangkatan masih ditunda karena di Manado terjadi gunung meletus. Seluruh penumpang tujuan Manado mulai resah. Waduh dalam pikiran saya jangan-jangan gak jadi berangkat nih. Namun pihak maskapai memberi tahu kalau pesawat akan tetap berangkat hari itu juga setelah ada konfirmasi dari bandara Sam Ratulangi Manado. Kami pun dibagi makan siang oleh pihak maskapai. Setelah menunggu dua jam lagi, akhirnya pesawat dinyatakan akan berangkat. Yes… akhirnya jadi merasakan naik pesawat. Hahaha….. dan “pesaaaaaa…watku terbang ke bulan” hehehe…. Nyanyi ceritanya.
Saya sudah duduk di dalam pesawat, datanglah seorang remaja lelaki yang kayanya mau duduk di samping saya
“di sampingnya nomor 11F ya mas?” dia bertanya kepada saya
“oh iya” jawab saya
Dia pun duduk di samping kanan saya tepat dekat jendela.
“ke Manado juga?” tanya saya
“iya” jawabnya
“liburan atau apa?” tanya saya kembali
“liburan ke rumah teteh” katanya
Eh orang Sunda ternyata…
“orang Sunda ? sami atuh, asli ti mana ?” kata saya
“ti Tasik a” katanya
“ohh….” Ucap saya bengong.
Haduuh ternyata ada juga orang Sunda di sana. Hehe… dan pembicaraan pun berlanjut dengan menggunakan bahasa sunda, sambil menunggu penumpang lain masuk dan pesawat terbang.
Seorang bapak duduk di kiri saya, tanpa ekspresi. Tak lama setelah itu, seorang gadis menanyakan ke pramugari tentang nomor duduk dirinya
“mbak, yang itu nomor 12F kan? Kok udah ada orangnya?” tanyanya sambil menunjuk si remaja Tasik
Kemudian pramugari menanyakan boarding pass ke si remaja Tasik samping saya “maaf boleh lihat boarding pass nya?”
Kemudian si remaja Tasik menyerahkan boarding pass ke pramugari berseragam orange itu.
“maaf nomor 11F ada di depan sini, jadi mas bisa pindah segera” ucap sang pramugari ke si remaja Tasik sambil memaniskan senyumnya
Si remaja pun pindah. Hmmm… saya jadi merasa bersalah telah “mengiyakan” kalau tempat duduk samping saya itu 11F. lupa bener-bener lupa. Hehe…
Akhirnya si gadis pun duduk di samping kanan saya. Saya senyum dia pun senyum. ;)
“mau ke Manado?” basa basi saya
“iya ke Manado” jawabnya sambil senyum
Hmm…semoga dia tidak berpikir kaya gini “yaiyalah ke Manado, udah jelas-jelas ditulis di boarding pass JKT-MDC. Capee deehh” fiuhh… hehe
“liburan atau pulang kampung?” tanya saya lagi
“mau pulang kampung, kebetulan baru resign dari pekerjaan di Jakarta” ucapnya sambil ketawa “kamu mau apa ke Manado” tanyanya
“hmm…ada tugas dari kantor” jawab saya
Lalu pembicaraan pun berlanjut sampai akhirnya saya tahu nama gadis itu adalah Merry. Berambut panjang berponi, tinggi, badannya agak berisi tapi tidak gemuk, berbaju dress selutut bahan jeans lembut, dan berhigh heels. Sekilas mirip Angelina Sondakh tapi kayanya sedikit cantik Merry. Ea ea ea ea ea……
Akhirnya pesawat akan terbang, pramugari mulai mengumumkan keberangkatan. Beberapa pramugari memeragakan cara pasang sabuk keselamatan, pelampung, masker oksigen dan lainnya. Sementara itu si bapak samping kiri saya masih tetap dengan muka lempengnya, bahkan saat itu dia malah pakai kacamata hitam.
Katanya yang paling berkesan naik pesawat itu pas saat take off-nya, dan ternyata iya. Serasa gimana gitu, kaya naik kora-kora tapi gak serem kaya kora-kora. Hehe… pada saat mulai terbang kulihat ke bawah lewat jendela terlihat pemandangan kota Jakarta yang begitu padat dan sumpek tak lama setelah itu terlihatlah laut, awan menutupi laut dan terbanglah pesawat yang saya naiki di atas awan. Lampu sabuk keselamatan sudah dimatikan, yang artinya sabuk bisa dilepas. Kemudian pramugari mengumumkan posisi toilet di pesawat.
Obrolan saya dengan Merry pun berlanjut, kami berdua bercerita tentang kerjaan, nanti ngapain saja saya di Manado, sampai dia cerita kampung halamannya. Obrolan diselingi dengan membaca majalah yang ada di kantong kursi depan kami, dia menceritakan gambar-gambar tentang Manado yang ada di majalah
“iya di sana itu ada patung Jesus yang sangat tinggi, kaya gambar ini” ucap sambil menujuk ke gambar. “di sana antara kristen dan agama lain rukun-rukun saja” tuturnya, “Manado itu aman, kan ada semboyannya seperti ini ‘Kitorang Semua Bersaudara’ jadi gak ada perpecahan antar agama” tambahnya lagi sambil senyum. Obrolan pun masih berlanjut. Merry mnceritakan indahnya surga bawah air di Bunaken dan laut Bitung.
“pokoknya liburan ke Manado tidak akan rugi, banyak tempat indahnya, makanannya pun enak-enak” kata Merry dengan logat timurnya yang masih ketara.
Sementara si bapak samping kiri saya sudah tertidur. Tak lama pramugari membagikan makanan kepada para penumpang pesawat, eh si bapak samping kiri bangun.
Setelah memakan makanan yang diberikan oleh pramugari, saya pun mencoba memejamkan mata sebentar, Merry pun begitu. Namun saya gak bisa tidur, masih belum terbiasa tidur di atas awan kali ya. Hehe… saya pun ambil majalah lagi dan membacanya, sesekali melihat ke luar lewat jendela, hanya terlihat awan saja. Terdengar suara desingan mesin pesawat dari luar, laju pesawat kadang terasa goyang-goyang dan kadang terbang sedikit miring, sepertinya lagi belok.
Tiba-tiba pramugari mengumumkan kalau pesawat akan mendarat darurat di Balikpapan, karena salah satu gunung di Manado kembali meletus dan asap yang dihasilkannya dikabarkan telah menyelimuti langit manado sehingga bandara Sam Ratulangi ditutup kembali untuk sementara. Seketika itu hampir semua penumpang ramai dan riuh, ada yang kesal ada yang berdo’a dan ada yang diam saja seperti saya. Hehe… abiss mau apa lagi, bencana siapa yang tahu. Betul gak?
Pesawat akhirnya mendarat darurat di Balikpapan, terbilang pendaratan yang kurang mulus, karena pesawat pendaratannya terasa seperti kita loncat. Ya gitu dehh… sampai-sampai ada ibu yang menjerit. Hihi… setelah pesawat berhenti kemudian beberapa bapak-bapak mendatangi Supervisor Pramugari menanyakan kelanjutan penerbangan, pramugari mengatakan kalau penerbangan akan kembali lagi ke Jakarta. Ada yang marah seperti si bapak berbaju merah muda, ada yang mericuhkan seperti si bapak beruban berkacamata mengenai pelayanan pihak maskapai apabila terjadi pendaratan darurat, dan ada juga beberapa orang yang menenangkan. Mereka yang marah karena akan ada acara penting besoknya di Manado, dan saya pun begitu, saya besoknya harus segera terbang ke Halmahera untuk urusan tugas. Dan sepertinya perjalanan saya besok akan pending.
Sepertinya pramugari sudah bisa mengarahkan para penumpang yang protes, saya dan beberapa penumpang lain hanya menunggu kepastian saja. Kemudian keputusan fix diumumkan kalau pesawat tetap akan balik lagi ke Jakarta. Semua penumpang ramai menelpon sanak keluarga atau rekan yang ada di Manado, begitupun saya, segera saya telepon pak Muhiddin yang akan jemput saya di bandara nanti, selain itu saya juga mengirim email ke beberapa orang kantor mengenai peristiwa ini. Ternyata si bapak samping kiri saya memaksakan diri untuk turun di Balikpapan saja, dia beralasan kalau besoknya ada acara penting. Setelah si bapak itu turun, pesawat pun kembali terbang ke Jakarta.
Dalam perjalanan balik ke Jakarta, riuh terdengar perbincangan para penumpang mengenai pelayanan yang harus diberikan maskapai apabila terjadi perubahan jadwal penerbangan seperti ini. Supervisor pramugari mencoba menjelaskan, apabila penundaan karena bencana alam pihak maskapai tidak bertanggung jawab penuh mengenai akomodasi penumpang, begitulah kasarnya. Si bapak berbaju merah muda sepertinya masih mangkel hatinya. Sementara saya, Merry, si remaja Tasik, si keluarga chinese, dan sebagian penumpang lain hanya ikut saja kemana pesawat terbang. Lagian ini kan bencana, siapa yang mau kan? Kita hanya bisa berdo’a saja. Akhirnya pesawat pun terbang di angkasa menuju Jakarta ditemani sinar matahari yang mulai terbenam.
Setelah itu, bagaimana nasib saya selanjutnya dan penumpang lain yang kembali dibawa terbang ke Jakarta ? akankah saya terbang ke Manado? bagaimana mengenai penerbangan ke Halmahera saya esok harinya ? tunggu kelanjutannya… kita DELAY dulu ceritanya. Hihihi… *udah pegel duduk depan laptop soalnya, mau istirahat dulu. Hehe…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar