Minggu, 09 Agustus 2009

Rezeki yang Hilang karena Rasa Amarah

Siang itu udara Lembang masih terasa segar walaupun waktu telah menunjukan jam 11.00 siang. Aku dan temanku berniat meninggalkan rumah kaca yang ada di Balitsa setelah pekerjaan kami selesai. Sekitar pukul 11.00 lebih dikitan, akhirnya pekerjaan selesai dan kami pun segera pulang. Di seberang jalan telah menunggu angkutan kota (angkot) berwarna kuning, kemudian kami pun menaiki angkot itu. Setelah sampai di pasar Lembang kami pun turun dan pindah ke lain angkot, kami pun naik angkot jurusan St. Hall – Lembang.

Perjalanan Lembang – kota Bandung lumayan lama, apalagi waktu itu arus kendaraan lumayan macet. Aku dan temanku serta penumpang lain hanya terdiam di dalam angkot tersebut. Dari arah Lembang angkot yang aku naiki memang sudah penuh. Selain aku dan temanku, ada juga suami istri yang sudah agak tua, seorang ibu yang “teteleponan”, seorang ibu dengan anaknya, sebuah keluarga besar yang terdiri atas kakek, nenek, anak dan dua orang cucu, beberapa bapak-bapak dan seorang mojang lembang berbaju merah.

Angkot pun akhirnya sampai di terminal Ledeng, beberapa penumpang turun. Penumpang yang tersisa tinggal aku dan temanku, ibu teteleponan, si keluarga besar, seorang bapak duduk di depan, dan si mojang lembang berbaju merah. Suasana terminal Ledeng sangat ramai dan padat dengan kendaraan-kendaraan umum (yaiyalah namanya juga terminal) hehehe…. Angkot yang aku naiki tidak lama berhenti di terminal, setelah menurunkan penumpang angkot pun jalan lagi, gerbang terminal macet, karena banyak angkot berbagai jurusan yang mau keluar juga dari terminal. Pak Supir angkot yang aku naiki teriak-teriak ke angkot (supir angkot lain) yang ada di depannya, “wey buru atuh !!!”. Akhirnya angkot yang aku naiki keluar dari terminar Ledeng.

Sekitar jalan Setiabudhi dekat deretan Factory Outlet (FO), si mojang lembang berbaju merah turun. Dilihat dari pakaiannya yang merah menyala itu, mungkin dia seorang Sales Promotion Girl dari salah satu FO yang berderet itu. Si mojang lembang berbaju merah memberikan ongkos dengan menggunakan uang Rp. 50.000,-, karena tidak ada uang kembalian supir angkot merelakan si mojang lembang berbaju merah itu tidak membayar ongkos. Supir angkot bilang “ya udah Neng gak apa-apa, ambil aja lagi duitnya” dengan nada suara yang sedikit menyesal.

Angkot pun jalan lagi. Kemudian di seberang restoran cepat saji Jl. Setiabudhi temanku turun. Ongkos temanku kebetulan aku yang megang. Jadi temanku tinggal turun saja dan bilang ke supir “Pak, ongkosnya di belakang”. Tak jauh dari sana, aku juga turun, aku memberikan uang ongkos Rp. 50.000.

“dua Pak, sama yang tadi” Aku bilang
ternyata pak supir belum memiliki uang kembalian.
“A’ gak ada yang kecil uangnya?” kata supir angkot
“gak ada pak” jawab aku
“Kumaha atuh ???” kata supir itu dengan nada suara yang tiba-tiba tinggi
Kemudian Seorang Bapak yang duduk di sebelah supir memberi saran kepadanya, “ya sudah, biar si Aa’ (aku) nukerin dulu uangnya ke kios itu”.
“iyah pak kalo gitu saya tukerin dulu duitnya” kataku kepada supir
Baru saja melangkah beberapa meter si pak supir teriak-teriak..
“ A !!! Woy ! gak usah..gak usah nukerin ! biar saya saja yang nukerin”. Mungkin si supir berpikir kalau aku akan kabur.
Pak supir keluar dari angkot dengan membantingkan pintu angkot sangat keras, dan mengambil duit yang ada di tanganku dengan cara merebutnya. Aku sedikit kaget.

Saat pak supir menukarkan duit, aku sedikit ngobrol dengan bapak yang duduk di depan tadi. Bapak yang duduk di depan itu bilang “pak supir memang sudah marah dari tadi, waktu yang perempuan disana (mojang lembang berbaju merah) ngasih ongkos gak ada kembalian”
“oh… harusnya si bapak supir ada persiapan uang kembalian” kataku ke bapak yang duduk di depan itu
“Lah biasa A, supir angkot” kata bapak yang duduk di depan itu dengan sedikit tertawa kecil. Jawaban yang sedikit membingungkan bagiku.

Kemudian supir angkot datang dengan membawa duit kembalian untuku.
“nih !!!” katanya, sambil memberikan uang itu.
“nuhun pak” kataku
Dan pak supir itu masuk ke dalam angkot lagi, dan “meng-gas” mobilnya dengan sangat kencang.
Setelah angkot itu pergi, aku menghitung uang kembalian dari supir angkot itu. Dan ternyata kembaliannya kelebihan. Pak supir angkot ngasih aku kembalian sebesar Rp. 46.000. berarti aku bayar hanya untuk satu orang.
Wah pak supir salah ngasih kembalian pikirku. Tapi ya sudahlah aku ambil saja uang itu. Hehehe….
“makannya pak jangan marah-marah, yang ada malah duit hilang” ucapku dalam hati sambil sedikit tertawa.
Kemudian aku pun naik lagi angkot yang melewati Jalan Dipati Ukur. (dida_KertasSoek)

Hikmah dari cerpen di atas:
- Kemarahan akan melupakan segalanya.
Seharusnya si bapak supir ngasih aku kembalian Rp. 42.000 saja, ini mah malah ngasih Rp. 46.000. Kalo saja si bapak supir gak marah dia akan inget kalo aku memberi ongkos untuk dua orang. Jadi dia hanya hilang duit Rp.4000,- dari si mojang lembang berbaju merah saja. Karena dia lupa akibat kemarahannya itu,,akhirnya dia hilang duit hari itu sebesar Rp. 8.000,- (dari aku+dari mojang lembang berbaju merah),,sayang kan tuh, bisa buat bensin 2 liter.
- Persiapan sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai hal.
Harusnya si bapak supir punya persiapan uang cadangan khusus untuk kembalian. Kalau saja dia punya uang cadangan, dia gak akan hilang duit sebesar Rp. 8.000,-.
- Perlakuan orang terhadap cowo dan cewe itu berbeda.
Dari kasus saya, dapat dilihat perbedaan yang sangat signifikan. Walaupun persoalannya sama antara saya dan si mojang lembang berbaju merah, tetapi perlakuan supir angkot itu berbeda. Kepada mojang lembang berbaju merah pak supir angkot bersikap manis walaupun akhirnya marah-marah, sementara kepada saya pak supir langsung marah-marah didepan saya sendiri.

2 komentar:

  1. haiiiii Dida,, Nice blog yaa,,, apalagi foto headernya...baguuusss...!! tulisannya juga sangat mudah dicerna,, teruslah berkarya.. mampir ke blog akuh jg yaaaah...

    regards,

    RaHMi

    BalasHapus
  2. Makasih Mi,,,,hehehe

    iya sip. ntar mampir ke Blog Rahmi. jangan lupa sediain makanannya! Ok!

    BalasHapus